KOLOM REDAKSI
KESAH: Tak ada Swasembada di Desa Transmigrasi Tua (Mudik ke Kaki Sekerat Bag 1)

Dulu, beras dari desa-desa transmigrasi tua di bawah kaki Gunung Sekerat memenuhi pasar Bontang dan Samarinda. Yang terjadi kini, gagal panen lagi dan lagi.
Oleh: Ahmad A. Arifin (Kaltim Faktual)
Sejak Bapak mangkat, rutinitas mudik kami berganti. Dari yang awalnya mudik ke Bontang lanjut Penajam. Kini Bontang lanjut Kaliorang, Kutim.
H-3, Mamak dan adik beserta anaknya tiba di Samarinda. Sehari berselang kami menuju Bontang, rumah istri. Di kota kecil itu, kami berlebaran secara normal. Salat Id, silaturahmi ke tetangga, lalu bergantian mengunjungi rumah keluarga.
Lebaran hari kedua, kami berangkat menuju Kaliorang. Perjalanan Bontang-Sangatta yang aduhai menjadi ucapan selamat datangnya. Hampir 2 jam untuk sampai di kota tetangga. Karena saya memilih berjalan pelan di jalanan berlubang, berbatu, dan berdebu.


Jalur Sangatta-Bengalon ternyata sama asyiknya. Lagi-lagi kami harus melambat, sambil menikmati pemandangan pabrik uang KPC di kanan dan kiri jalan. Konon jalur itu akan ditukar guling dengan jalur baru. Karena kondisinya yang tidak stabil akibat eksploitasi tambang di kedua sisi jalan. Ya semoga terealiasi. Kasihan warga.


Lanjut perjalanan Bengalon-Kaliorang. Kami meluncur dalam kegelapan, di jalur yang kadang hutan kadang permukiman. Alhamdulillah, tidak terasa sudah sampai Simpang 4 Kaliorang. Karena kondisinya mulus.
Tantangan terakhir, adalah poros Kaliorang yang belum semuanya bagus. Jarak 3 km saja, kami tempuh hampir 1 jam. Jangan dibayangkan bagaimana kerusakannya. Setelah mencari tahu, ternyata harusnya jalan itu sudah mulus. Sayang kontraktor yang mengerjakan tahun lalu hanya mampu menyemen sekira 400 meter.
Tahun ini pemkab kembali menganggarkan, saat ini sedang proses lelang. Semoga tak ada drama lagi, sehingga pada akhir tahun, jalan dari Desa Bangun Jaya ke Simpang 4 Kaliorang bisa waswiswus. Kasihan warga.
Secara umum, saya senang melihat perkembangan kampung kelahiran. Rumah-rumah trans kini bisa dihitung dengan jari. Khususnya di Desa Bangun Jaya, desa saya.
Rumah-rumah warga kini bagus-bagus, besar-besar. Fasilitas lain seperti pasar, puskesmas, sekolah, rumah ibadah, juga semakin besar dan megah. Listrik dan air bersih juga sudah 24 jam. Penunjang perekonomian seperti toko-toko, bank, hingga penginapan semakin lengkap. Jujur, saya tidak pernah membayangkan. Desa di kaki Sekerat yang dulu tertinggal banget. Kini beranjak maju, mungkin segera meninggalkan daerah awal peradaban kami; Sangkulirang.
Perusahaan
Dua tiga generasi di atas saya, para pemuda Kaliorang, setelah menamatkan SMP atau SMA. Kebanyakan berprofesi sebagai petani, nelayan, ataupun pedagang. Sedikit di antaranya, melanjutkan kuliah di kota. Kebanyakan ambil jurusan pendidikan (guru).
Kini situasinya sudah berbeda. Beberapa orang dari angkatan saya, menjadi pengusaha sukses di kampung halaman. Alhamdulillah.
Sebagian besarnya, bekerja di perusahaan. Selain berada di kaki Gunung Sekerat yang mahsyur. Kecamatan ini juga dikelilingi perusahaan tambang batu bara besar, perkebunan sawit, dan terkini ada pabrik semen skala internasional. Andaikan KEK Maloy tidak mangkrak, mungkin bisa jadi andalan lainnya.
Penyerapan tenaga kerja jadi lebih tinggi. Mimpi anak-anak muda Kaliorang saat ini mulai mirip dengan pemuda Sangatta beberapa tahun silam. Lulus sekolah menengah atas, lalu bekerja di tambang.
Para petani di kecamatan ini, masih didominasi kalangan generasi pertama hingga ketiga transmigrasi Kaliorang (dulu Sangkulirang). Menjadi petani sudah bukan lagi menjadi mimpi (kami).
Pertanian di Desa Kaki Sekerat
Transmigrasi Kaliorang dibangun dengan pondasi pertanian yang kuat. Tranmigran dibekali lahan basah dan kering, selain lahan pekarangan. Di lahan basah, mereka menanam padi. Di lahan kering (PTP), menanam kelapa dan pisang. Sementara di pekarangan, kebanyakan ditanami kopi ataupun kakao.
Maka jangan heran, kalau pisang asal Kaliorang kini menjadi varietas unggulan Kaltim. Pemprov melabeli dengan Pisang Kepok Grecek. Selain menyuplai kebutuhan pisang di Sangatta dan Samarinda. Pisang kepok dari sini juga diekspor ke Malaysia.
Sebentar, saya mohon jeda untuk menyeruput lemon tea dan keripik pisang cokelat. Buatan pemuda setempat, yang punya cita-cita ingin meningkatkan ketahanan pangan desanya. Dengan membuat produk turunan pisang kepok. Kriukk, enak juga.
Lanjut. Sekitar tahun 2004. Pisang di sini terserang penyakit misterius. Bupati Awang Faroek kala itu lalu memborbardir lahan kering Kaliorang dengan komoditas kelapa sawit.
Pisang dan kelapa ditebang. Diganti kelapa sawit. Untung beberapa petani tetap mempertahankan kebun pisangnya. Ditinggal begitu saja. Lalu kembali merawat ketika wabah menghilang sendirinya.
Mereka kini ketiban untung, karena harga pisang semakin membaik. Saat ini sedang berada pada harga tertingginya. Kalau saat itu semua pisang ditebang. Maka riwayat Kepok Grecek tak akan pernah ada.
Nestapa Petani Padi
Sayangnya, sejak sawit semakin jadi andalan. Pertanian padi mulai kalah pamor. Banyak petani yang mulai ogah menggarap sawahnya. Yang masih bertahan, terus berhadapan dengan berbagai macam masalah.
Taruh sejenak masalah klasik pertanian padi seperti pupuk dan pestisida mahal. Ataupun gempuran beras dari luar daerah ketika musim panen. Masalah di Kaliorang lebih pelik. Padi mereka sering terserang penyakit aneh!
Sampai menulis artikel ini, saya belum benar-benar kroscek kondisi per tahunnya. Namun dari 4 kunjungan terakhir saya ke sini. Yakni pada 2017, 2021, 2022, dan 2023. Tiga momen di antaranya saya mendengar keluh kesah Pakde-Pakde saya. Karena gagal panen.
Sebabnya aneh-aneh, sebelumnya, padi mati setelah beberapa pekan ditanam. Kini, padi menguning secara misterius ketika memasuki masa berbuah. Aih. Ada yang gagal panen sampai 2 hektare pula. Sedih, Ges.
Dulu stok beras di kecamatan ini berlimpah-limpah. Swasembada. Kini, hiks.
Entah sampai kapan para petani padi Kaliorang tetap bertahan dari ketidakpastian panen. Bertahan dari tidak adanya perhatian untuk komoditas padi. Semoga pemerintah punya solusi, sebelum mereka mengubah sawah menjadi lahan sawit! (dra)


-
SEPUTAR KALTIM5 hari yang lalu
Realisasi Janji Gratispol dan Jospol: Ribuan Warga Terima Penghargaan Umrah dan Insentif Guru
-
SAMARINDA4 hari yang lalu
Adnan Faridhan Usulkan Sistem Satgas SPMB Jadi Protokol Standar di Seluruh OPD Samarinda
-
SEPUTAR KALTIM5 hari yang lalu
Kaltim Siap Wujudkan Zero ODOL 2026, Tahapan Penindakan Dimulai Juli Ini
-
PARIWARA4 hari yang lalu
Yamaha Motor Tampil Perdana di Jakarta E-Prix 2025 Sebagai Mitra Teknis Pengembangan Powertrain Formula E
-
SEPUTAR KALTIM5 hari yang lalu
Pemprov Kaltim Gandeng LPEI, Dorong Desa Potensial Jadi Motor Ekonomi Ekspor
-
SEPUTAR KALTIM4 hari yang lalu
Kemenag Kaltim Gelar Media Gathering, Fokus pada Kerukunan dan Penguatan Pesantren
-
SEPUTAR KALTIM5 hari yang lalu
Transformasi Digital ASN: Perpustakaan Digital Jadi Pilar Penguatan Literasi dan Kompetensi
-
SEPUTAR KALTIM4 hari yang lalu
Kerukunan Beragama di Kaltim Dinilai Sangat Baik, Masyarakat Hidup Tenang Tanpa Kerusuhan