Connect with us

FEATURE

Menjajal Buka Puasa di Masjid Tua, Merawat Tradisi Bubur Peca Suku Bugis di Samarinda

Diterbitkan

pada

Buka puasa di Masjid Shiratal Mustaqim Samarinda Seberang. (Nisa/Kaltim Faktual)

Bulan Ramadan di Samarinda, belum lengkap rasanya kalau belum menjajal berbuka puasa bersama di Masjid Tua Samarinda Seberang. Mencoba bubur peca yang merupakan tradisi suku bugis di Ibu Kota Kaltim. Sebuah upaya merawat tradisi yang sudah turun menurun.

Setiap sore selama bulan Ramadan, menjelang waktu buka puasa, Masjid Shiratal Mustaqim di Samarinda Seberang mulai didatangi oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Anak-anak, remaja, dewasa, hingga para orang tua. Termasuk juga warga sekitar dan musafir.

Mereka sudah memenuhi serambi masjid, dengan duduk berjejer dan saling berhadapan membuat empat barisan. Di depannya sudah tersaji menu andalan, Bubur Peca. Lengkap dengan kue, minuman, dan juga kurma untuk disantap kala azan magrib berkumandang.

Pemandangan tersebut hanya terlihat selama setahun sekali pada bulan Ramadan. Begitu juga sajian bubur peca, hanya bisa dinikmati selama bulan puasa saja. Selain itu, bubur peca sendiri tidak diperjualbelikan dan hanya disajikan pada momen spesial saja.

Tentang Bubur Peca

Bubur peca sendiri merupakan makanan khas bulan Ramadan di Masjid Shiratal Mustaqim Samarinda Seberang. Dicetuskan sekitar tahun 60-70an oleh H. Salehuddin Pemma (Pengurus / Takmir Masjid) ketika itu.

Baca juga:   DPRD Kaltim Komitmen Berpihak pada Pemuda, Darlis Beri 3 Pesan untuk Sukses

Hj. Salma merupakan seorang pemilik resep Bubur Peca generasi pertama, dibantu warga sekitar masjid untuk memasak bubur peca bersama-sama sebagai makanan berbuka puasa. Resepnya saat ini tengah berada di generasi ke-3. Yang merupakan cucu dari Hj. Salma, bernama Mardiana.

Awalnya bubur peca ditujukan mempererat tali silaturahmi antarwarga setempat. Seiring berjalannya waktu, sajian itu kini bisa dinikmati masyarakat Samarinda secara luas di masjid yang kerap disebut sebagai Masjid Tua.

Bubur peca khas Samarinda ini merupakan masakan tradisional yang masih berkaitan erat dengan Suku Bugis. Dalam bahasa Bugis sendiri, Peca memiliki arti lembek dan bisa dikatakan nasi lembek. Disajikan dengan varian lauk telur, ayam, atau udang.

300 Porsi Perhari

Bubur peca, sajian khas buka puasa di Samarinda Seberang. (Nisa/Kaltim Faktual).

Ketua Juru Masak Bubur Peca di Masjid Shiratal Mustaqim Mardiana sekaligus cucu Hj Selma, menjelaskan kalau tradisi buka puasa dengan bubur peca di Masjid Tua sudah berlangsung selama bertahun-tahun.

Baca juga:   Gelar Rapat Evaluasi dan Realisasi PAD 2024, Komisi II DPRD Bahas Strategi Optimalisasi

Bubur peca sendiri merupakan tradisi yang harus terus dirawat. Dari tahun ke tahun jumlah bubur peca yang disajikan pun terus bertambah. Mulanya 2 kg, menjadi 10 kg, dan sekarang setiap harinya menyajikan bubur peca sampai 25 kg.

“Bubur peca dipercaya masyarakat dan jamaah sebagai obat untuk panjang umur dan juga kesehatan,” katanya kepada Kaltim Faktual belum lama ini.

“Untuk buka puasa bersama kurang lebih 300 porsi setiap harinya. Dan itu selalu habis bahkan sampai ada yang tidak kebagian. Kalau masih ada, warga boleh bawa pulang untuk dibungkus,” tambahnya perempuan yang kerap disapa Ibu Alus.

Ibu Alus bilang, tim produksi terdiri dari ibu-ibu di sekitar masjid. Jumlahnya ada 7 orang yang memasak. Mereka mengelola beras menjadi bubur dilengkapi dengan rempah dan bumbu sesuai resep turun menurun.

Baca juga:   Resmi Dilantik! Yakob Pangedongan Bakal Perjuangkan Dua Hal Ini untuk Dapil Sungai Kunjang

Sebagai tetua di Samarinda Seberang, Ibu Alus melihat banyak masyarakat yang suka buka puasa di Masjid Tua setiap hari, menikmati bubur peca. Bahkan tak merasa bosan karena percaya akan berkah di dalamnya.

Dirinya pun sebagai juru masak bubur peca selama sekitar 20-an tahun tak pernah bosan ataupun lelah. Ia mengaku senang melihat warga menyantap bubur peca yang disajikan olehnya setiap hari bahkan masyarakat dari luar daerah pun datang mencicipi.

“Saya senang masyarakat senang, artinya mereka senang dengan bubur peca ini. Memang banyak yang penasaran dengan bubur ini, makanya banyak yang kesini.”

Ibu Alus berharap tradisi buka puasa dengan bubur peca itu terus lestari dan tidak terputus. Bahkan masyarakat yang lebih luas bisa merasakan bubur peca dan berbuka puasa di Masjid Tua yang juga saksi sejarah penyebaran agama Islam di Samarinda.

“Kalau saya panjang umur di tahun depan saya akan memasak lagi. Tapi anak anak remaja disini saya juga ajarkan juga agar mereka bisa meneruskan,” pungkasnya. (ens/sty)

Ikuti Berita lainnya di Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah Logo-Google-News-removebg-preview.png

Bagikan

advertising

POPULER

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.