SAMARINDA
Soal Tunggakan Gaji Pekerja Teras Samarinda, Pemkot Tak Punya Kewenangan, Solusinya hanya Lewat Pengadilan Hubungan Industrial
Polemik tunggakan gaji pekerja Teras Samarinda yang bergulir beberapa bulan terakhir belum juga beres. Pihak PT Samudra Anugrah Indah Permai yang diduga nunggak ratusan juta seolah menghilang. Sementara pemkot akui tak punya wewenang. Mau tak mau, pekerja harus tempuh jalur hukum.
Kamis, 7 November 2024, sekitar 10 orang massa berjejer di depan Kantor Balaikota Samarinda. Mereka terdiri atas sejumlah pekerja Teras Samarinda, perwakilan keluarga pekerja, dan sejumlah mahasiswa dari PMKRI cabang Kota Samarinda (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia) yang mendampingi.
Mereka melakukan unjuk rasa, buntut dari isu pembayaran gaji puluhan pekerja dari proyek Teras Samarinda. Hasil pembangunan ruang terbuka publik di tepian Sungai Mahakam yang sudah dinikmati oleh warga sejak September. Namun masalah gaji pekerja masih pelik.
Di depan Kantor Balaikota, tanpa punya banyak massa, mereka membentang spanduk. Sambil berorasi dan membacakan puisi. Dengan rasa kecewa mereka sampaikan penderitaan yang mereka alami. Memohon ke pemerintah, agar dapat membantu mereka di tengah megahnya Teras Samarinda yang mereka kerjakan.
Kontraktor yang mengerjakan, PT Samudera Anugrah Indah Permai diduga menunggak gaji 81 pekerja senilai Rp430 juta.
Dampaknya para pekerja mengalami kesulitan ekonomi parah. Banyak yang pulang ke Jawa dengan berjalan kaki ke pelabuhan, beberapa anak dari pekerja putus sekolah, beberapa rumah tangga sampai mengalami perceraian.
Kontraktor Menghilang
Sebelum aksi ini, mereka sudah mengadu ke pemkot melalui Dinas Ketenagakerjaan Kota Samarinda (Disnaker). Sudah terjadi audiensi sebanyak 3 kali, namun hanya pihak pekerja yang datang. Sementara kontraktor tidak hadir ataupun merespons panggilan Disnaker.
Bahkan Disnaker juga sudah melayangkan anjuran kepada kontraktor pada 14 Oktober 2024. Namun sampai hari ini, belum juga ada sikap atau itikad baik dari pihak kontraktor. Nasib pekerja semakin tidak jelas.
“Terakhir itu dari Lebaran bulan April, kami harus bekerja siang dan malam. Tidak ada satupun kebijakan dari kontraktor untuk membayar gaji pekerja.”
“Sampai teman-teman pekerja pulang ke daerah asal mereka tanpa uang sepeser pun. Banyak sekali ya dampak dari peristiwa ini. Anak saya termasuk, yang menjadi korban putus sekolah. Dan banyak juga teman-teman lain yang merasakan,” kata salah satu pekerja ketika berorasi.
Aksi yang dijadwalkan pada jam 8 pagi itu, baru dimulai pada jam 11 siang lewat. Setelah beberapa saat mereka berorasi, Satpol PP lalu mengajak perwakilan massa untuk masuk ke Kantor Balaikota untuk audiensi.
Audiensi Pekerja dan Pemkot Samarinda
Para pekerja dan perwakilan mahasiswa lalu dipertemukan dengan jajaran pejabat pemkot yang berkaitan. Mulai dari Asisten II, TWAP, Bagian Hukum, Disnaker, DPUPR, hingga pihak kepolisian. Audiensi bertempat di Ruang Prioritas, Anjungan Karamumus Balaikota.
Ketua PMKRI cabang Samarinda, Nikalaus Yeblo menyebutkan 4 tuntutan yang diinginkan pihaknya. Pemkot memanggil PT Samudera Anugrah Indah Permai, pemkot berpihak ke pekerja, membuat kebijakan agar gaji pekerja dapat dibayarkan, dan pemkot memutuskan hubungan kerja dengan kontraktor.
“Tiga kali (kontraktor) dipanggil Disnaker tapi tidak datang. Ini tempat pengaduan kami yg terakhir,” katanya di forum audiensi hari ini.
Pemkot Tak Punya Kewenangan
Kepala Bidang Hubungan Industrial Disnaker Samarinda Reza Pahlevi menjelaskan, setelah pihaknya mengeluarkan anjuran kepada pihak kontraktor pada Oktober lalu, menandai tugas Disnaker telah selesai.
“Dari Disnaker sudah clear, karena kami sudah mengeluarkan anjuran itu, tugas kami hanya sampai di situ. Apabila kedua belah pihak tidak menerima, bisa melanjutkan ke pengadilan,” kata Reza.
Dalam hal ini, pihak Disnaker hanya memiliki kewenangan untuk memanggil dan memberi anjuran. Namun tidak memiliki kewenangan untuk memanggil paksa kontraktor jika tidak memenuhi panggilan.
“Kita punya nomor telepon dan alamat, kita coba keduanya, lewat telepon atau hp kita kirimkan surat secara Pdf, terus fisiknya juga kita antarkan.”
Pemkot Tak Bisa Bayarkan Gaji
Terpisah Kepala Bagian (Kabag) Hukum Sekretariat Kota Samarinda, Asran Yunisran menambahkan, yang bisa memanggil paksa pihak kontraktor hanyalah pihak pengadilan. Pemkot pun tidak bisa memberi sanksi begitu saja tanpa punya landasan hukum yang jelas.
“Pemanggilan ini tidak bisa kami lakukan paksa. Karena pertama Pemkot Samarinda bukan polisi, sehingga ada keterbatasan. Kami habya bisa undang. Kalau kami paksa, yang keliru nanti di pemkot,” katanya.
Lalu terkait pembayaran utang kontraktor ke pekerja Teras Samarinda, tidak bisa serta merta ditanggung oleh pemkot. Kata Asran, anggaran yang dikeluarkan pemkot, harus bisa dipertanggungjawabkan dan sesuai dengan pos anggaran.
Selain itu, Asran bilang jatah gaji pekerja sudah termasuk yang dibayarkan pemkot melalui pos proyek pembangunan Teras Samarinda. Yakni dari pemkot ke kontraktor, karena pemerintah memang tidak berkaitan secara langsung dengan pekerja.
“Kita tidak bisa membayarkan untuk pos yang sama dua kali. Pembangunan itu sudah kami keluarkan pos untuk pembiayaannya. Baik itu untuk bahan baku, gaji pekerja, dan lainnya,” tambah Asran.
“Itu diposkan dan diberikan ke PT Samudera, apabila ada di kemudian hari muncul masalah yang berkaitan dengan pekerja, maka tunduknya ke kontrak antara pekerja dengan PT Samudera.”
“Terkait pemutusan kontrak, kalau kami tidak beri pekerjaan lagi ke kontraktor setelah ini, itu yang bisa kami fasilitasi, tapi kalau pemutusan kontrak di tengah jalan kami harus lihat lagi kontraknya seperti apa,” pungkasnya.
Pekerja Harus ke Provinsi atau PHI
Anggota Tim Wali Kota untuk Akselerasi Pembangunan (TWAP) Kota Samarinda Yakobus Beribe, menjelaskan kalau masalah ini murni kasus hubungan industrial. Sehingga penyelesaiannya ada di buruh dan perusahaan. Bukan buruh dengan pemerintah.
“Tapi boleh dalam hal meminta audiensi kepada pemerintah dalam hal ini Disnaker. Dan Disnaker sudah melaksanakan tugasnya.”
“Untuk memastikan kontraktor membayarkan upah, itu tugasnya ada di Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan yang ada di Disnaker Provinsi. Disnaker Provinsi punya kewenangan untuk memaksa, tapi di kota tidak punya,” kata Yakobus.
“Tugas mahasiswa, mengawal keputusan anjuran itu. Kalau masih belum puas hari ini, lakukan pengawalan ke Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri Samarinda. Tugas pemkot tuntas,” sambungnya.
Asisten II Pemkot Samarinda Marnabas, bilang kalau pihaknya pasti akan membantu para pekerja untuk mendapatkan haknya. Namun dalam koridor konsultasi jalur-jalur yang harus ditempuh untuk jalur hukum. Disnaker pun terbuka jika masyarakat ingin berkonsultasi
“Kami akan bantu, namanya juga masyarakat, barangkali nggak ngerti cara-cara ke PHI. Meski tugas kami sudah selesai, tapi kami masih bantu mereka.”
“Tapi memang harus ke PHI, mereka bisa memaksa memanggil kontraktor. Dan mereka bisa memutuskan. Saya sudah sampaikan ke Disnaker, bantu dan kawal isu ini,” pungkasnya. (ens/fth)
-
EKONOMI DAN PARIWISATA4 hari yang lalu
10 Tempat Wisata GRATIS di Samarinda, “Karena Bahagia Tak Selalu soal Uang”
-
OLAHRAGA4 hari yang lalu
Potensi Comeback 50:50, Manajer Borneo FC Beri Kode Negosiasi dengan Matheus Pato Masih Alot
-
SEPUTAR KALTIM5 hari yang lalu
Hadiri Pelantikan DPP Apindo Kaltim, Yenni Eviliana: Pengusaha Perlu Kolaborasi dengan Pemerintah
-
SEPUTAR KALTIM15 jam yang lalu
Upaya Cegah Kekerasan di Kaltim Perlu Kolaborasi dan Pemetaan Akar Masalah
-
GAYA HIDUP3 hari yang lalu
Ungkapan Khas Samarinda yang Perlu Kamu Tahu, Pendatang Wajib Baca (Bagian 1)
-
SEPUTAR KALTIM5 hari yang lalu
DPRD Kaltim Hadiri Rapat Perdana Persiapan Rakernas Forsesdasi 2024
-
SEPUTAR KALTIM17 jam yang lalu
Deklarasikan Stop Kekerasan, Kaltim Komitmen Lindungi Perempuan dan Anak
-
SEPUTAR KALTIM11 jam yang lalu
Upacara Hari Bakti Pekerjaan Umum Ke-79 di Samarinda, Pembangunan Infrastruktur Jadi Sorotan