Connect with us

SAMARINDA

[Bagian I] Samarinda Raih Adipura, Pengamat: Realitanya Masih Jauh

Diterbitkan

pada

ADIPURA SAMARINDA
Pengurangan TPS berimbas pada bersihnya area tepi jalan raya, namun masih menyisakan sejumlah persoalan. (Dok)

Yustinus ikut senang Samarinda meraih Sertifikat Adipura 2022. Walau realita di lapangan belum menunjukkan perubahan signifikan. Terutama pada 5 poin ini.

Tujuh daerah di Kaltim masuk nominasi calon penerima penghargaan Adipura 2022. Namun hanya 5 yang menerima. Samarinda satu di antaranya.

Ada 4 tingkatan penilaian dalam Adipura. Paling tinggi adalah Adipura Kencana, untuk kota yang skornya di atas standar. Ini yang diraih oleh Balikpapan dan Bontang.

Kedua ada Adipura (saja), untuk kota yang nilainya pas. Memenuhi standar dan kriteria kebersihan serta pengelolaan lingkungan. Ini yang diraih oleh Kabupaten Paser dan PPU.

Pada tingkatan ketiga ada Sertifikat Adipura, untuk kota yang mencatat kenaikan nilai dari tahun sebelumnya. Meski belum memenuhi kriteria. Ini yang didapatkan oleh Kota Samarinda.

Terakhir ada Plakat Adipura, untuk kota yang sudah memiliki sarana dan prasarana pengelolaan lingkungan serta ruang publik.

Kaltim Faktual mengonfirmasi pencapaian Samarinda ini pada pengamat lingkungan hidup Yustinus Sapto Hardjanto. Respons pertamanya, terkejut!

“Berarti ada peningkatan soal kebersihan lah … tapi ndak tahu di bagian mana,” ucapnya, Rabu 1 Maret 2023.

Ia lantas meminta waktu beberapa menit untuk menelaah kabar tersebut. Lalu memberi catatan yang cukup panjang dan detail. Soal capaian dan realita di lapangan.

Baca juga:   Pemprov Kucurkan Rp375 M untuk Beasiswa Kaltim (BKT), Ini Tanggal Pendaftarannya

Ada 5 hal yang ia soroti. Yang kelimanya semestinya masuk dalam kriteria penilaian Tim Kementerian Lingkungan Hidup.

1. Pengelolaan Sampah dan RTH

Sampai hari ini, Yustinus bilang belum melihat ada model pengelolaan sampah yang berubah. Masih tetap buang, kumpul, dan angkut.

Bahkan jumlah TPS malah dikurangi dengan alasan estetika kota. Sehingga kerap menyebabkan penumpukan sampah hingga meluber ke badan jalan di jam-jam tertentu. Dampak baik dari kebijakan ini, mobil sampah jadi kelihatan lebih rajin ‘menjemput’ sampah. Karena jumlah TPS-nya berkurang.

“Mungkin penilaian baik soal ini muncul karena ada pertumbuhan bank sampah.”

“Tapi perlu dilihat lebih dalam lagi, apakah keberadaan bank sampah sudah mengedukasi masyarakat untuk mulai mengurangi sampah sejak dari rumah?”

“Kegiatan pilah sampah sepertinya belum kelihatan dilakukan warga,” ujarnya.

Di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), masalah yang hadir berbeda lagi. Karena bukan hanya luasan dan daya tampung yang kurang. Tapi lokasi serta model pengelolaannya belum ideal. Karena masih menggunakan sistem open dumping.

Namun jika penilaian Adipura terletak pada kebersihan pada Ruang Terbuka Hijau (RTH). Yustinus sangat memaklumi kalau ada peningkatan skor. Karena memang beberapa lokasi RTH sudah lebih bersih dari sebelumnya. Terutama pada area tepi sungai yang tak boleh dijadikan lokasi berdagang lagi.

Baca juga:   Pembangunan Ulang Pasar Pagi; Rogoh Rp280 M, Ada Basement Parkir dan Pujaseranya

“Selintas mungkin Kota Samarinda kelihatan lebih bersih di ruang publik, jalan-jalan protokol. Namun kebiasaan masyarakat terkait sampah belum berubah.”

“Di permukiman yang jauh dari TPS, jauh dari pusat kota, membakar sampah masih biasa dilakukan, juga kebiasaan membuang sampah di lahan-lahan kosong atau terbengkalai masih mudah ditemui.”

“Partipasi masyarakat dalam pengelolaan dan pengolahan sampah juga belum tinggi.”

“Bahkan sampah plastik kelihatannya malah makin meningkat. Seiring dengan perkembangan model belanja take away dan maraknya kafe-kafe kekinian,” imbuh Yustinus.

2. Pengendalian Pencemaran Air

Lagi-lagi jika penilaian Adipura hanya dilakukan pada titik-titik tertentu saja. Maka Samarinda memang sudah lebih bagus dalam hal penanganan banjir. Jalan-jalan utama yang kerap banjir (tergenang) tinggi, kini sudah jauh lebih rendah.

Hal itu kata Yustinus, karena pemkot memang lebih getol mengurus perkara banjir. Walau masih berfokus untuk membuat air hujan lebih cepat mengalir ke laut. Belum berintegrasi dengan peningkatan mutu air.

Baca juga:   Alasan Kepala Desa di Kaltim Dukung Perpanjangan Masa Jabatan Jadi 9 Tahun

“Umumnya limbah rumah tangga dan usaha masih dibuang langsung ke got atau saluran air.”

“Saluran air atau parit tidak memisahkan antara buangan air hujan dan buangan limbah domestik. Semua langsung masuk ke sungai.”

“Penjual ayam dan ikan (yang memotong dan membersihkan di tempat) marak di mana-mana. Limbahnya langsung dibuang ke got.”

“Beberapa ruas jalan, salah satu contohnya Jalan Wiraswasta, tercium bau limbah ikan.”

“Saya nggak yakin resto atau kedai-kedai punya instalasi pengolah limbah.”

“Apalagi kedai kecil atau grobak-grobak di pinggir jalan. Limbah cairnya langsung masuk got dan semua bermuara di sungai, yang airnya diambil sebagai air baku PDAM,” urainya.

Inti dari poin ini, soal mengusir air lebih cepat, Yustinus menganggap pemkot berhasil. Dan ini layak disebut sebagai peningkatan. Namun untuk pengelolaan air dan sistem sanitasi, realitanya masih jauh panggang dari api. (Baca bagian 2 di SINI) – dra

Ikuti Berita lainnya di Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah Logo-Google-News-removebg-preview.png

Bagikan

advertising

POPULER

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.