KOLOM REDAKSI
Duo Persija Jadi Pembeda di Timnas Indonesia Vs Arab Saudi, Pemain Liga 1 Jangan Putus Asa di Tengah Gempuran Pemain Keturunan
Timnas Indonesia makin disesaki pemain naturalisasi, berstatus abroad pula. Kondisi ini membuat pemain lokal yang bermain di kompetisi lokal kurang dapat perhatian. Tapi melihat penampilan duo Persija di laga kontra Arab Saudi, pemain Liga 1 harusnya makin bersemangat memacu levelnya, bukan malah menyerah pada keadaan.
Oleh: Ahmad Agus Arifin (Dang Tebe)
Banyak hal menarik dari laga Timnas Indonesia vs Arab Saudi di Putaran Ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026, di Stadion King Abdullah Sports City, Jeddah, Kamis malam. Satu di antaranya adalah susunan starting eleven Tim Garuda.
Sadar bahwa Arab Saudi merupakan tim kuat Asia, STY menurunkan 9 pemain natularisasi yang kebetulan abroad pada 11 awal. Hanya Witan Sulaeman dan Rizky Ridho sebagai perwakilan pemain lokal sekaligus Liga 1 yang masuk daftar itu.
Sementara 5 pemain pengganti ialah Ferrari dan Egy Maulana (lokal-Liga 1), Asnawi dan Marselino (lokal-abroad), serta Shayne Pattynama (naturalisasi-abroad).
Saya tidak punya sentiment apapun soal pemain lokal vs naturalisasi (keturunan). Bagi saya, selama mereka berseragam Garuda, ya merera Indonesia.
Namun jika melihat preferensi pelatih Shin, pemain naturalisasi yang bermain di liga luar negeri memang lebih mendapat tempat di timnya. Sesuatu yang normal sebenarnya, karena pemilihan itu berlandaskan kualitas.
Nasib Pemain Lokal
Tapi dari apa yang terjadi di timnas yang lebih mengandalkan pemain keturunan dan abroad. Serta kondisi di Liga 1 yang musim ini menerapkan regulasi 8 pemain asing. Membuat ruang bermain bagi pemain lokal di Liga 1 semakin sempit. Baik di klub ataupun di timnas.
Bagaimana nasib pesepakbola Indonesia ke depannya? Bisa jadi suram, jika mereka menyerah dan ogah menekan dirinya untuk berada di level tinggi. Karena ujung-ujungnya akan kalah bersaing dari yang abroad juga.
Bisa jadi lebih suram, kalau Liga 1 terus memperbanyak pemain asing. Semenara stok pemain keturunan akan menipis pada 8-10 tahun mendatang. Regenerasi terganggu.
Namun bisa jadi lebih baik, jika pemain lokal yang bermain di Liga 1, punya mentalitas seperti Witan dan Ridho.
Tentu bukan tanpa alasan kenapa keduanya bisa nyempil di antara dominasi pemain naturalisasi. Karena hal paling logis yang bisa dilihat dari luar tim ialah Witan dan Ridho bermain di level yang tinggi, baik di klub maupun timnas.
Di timnas, keduanya bukan hanya memperlihatkan skill, tapi kemampuan beradaptasi dengan taktik pelatih, juga membuat chemistry yang sangat bagus dengan pemain lainnya.
Mereka berdua mampu menjalankan permainan dalam organisasi tim, yang saya bilang, menawan. Jika melihat koneksi Ridho dengan bek lainnya, serta cairnya permainan Witan di lini depan. Kata ‘menawan’ jadi tidak berlebihan.
Duo Persija Selamatkan Asa Pemain Liga Indonesia
Witan pernah abroad, tapi tak mendapat menit main yang cukup, lalu memutuskan pulang ke Liga 1. Ridho, terus didorong untuk bermain di luar negeri, tapi tetap kukuh bekerja di liga domestik. Keduanya sama-sama membela panji Persija di level klub.
Ini poin menariknya. Meski bermain di Liga 1, meski Persija sedang tidak bersaing di papan atas, tapi keduanya secara konsisten menjadi pemain reguler di timnas. Ini berarti, main di liga manapun, klub di peringkat berapapun, kalau secara personal menunjukkan kelebihan, jalan ke timnas bukan kemustahilan.
Di laga vs Arab Saudi misalnya, Witan (7,1) menjadi pemain terbaik ketiga di skuad Indonesia. Di bawah Paes (7,9) dan Verdonk (7,6). Sementara Ridho (7) menjadi pemain terbaik ke-4. Selain keempat pemain ini, rating pemain Indonesia berdasarkan penilaian Fotmob di bawah angka 7.
Secara keseluruhan, Paes menempati urutan kedua dari 30 pemain yang bermain, Verdonk ke-6, Witan ke-10, Ridho ke-13 di laga tersebut.
Saya masih memimpikan, di tim saat ini, timnas yang digadang sebagai generasi emas Indonesia. Bukan hanya Ridho dan Witan yang mampu menembus tim reguler. Tapi lebih banyak lagi.
Akan sangat menyenangkan jika ada 4, 5, 6 atau bahkan lebih pemain lokal dari Liga 1 yang rutin menjadi starter di timnas. Sekali lagi ini bukan atas dasar sentimentil naturalisasi. Tapi jika itu terjadi, berarti talenta Liga 1 sudah bisa bersaing dengan pemain keturunan dan abroad. Dan itu adalah sinyalemen positif. Bahkan sangat positif. Karena bisa diartikan bahwa pemain lokal punya kegigihan untuk melampaui batasnya.
Lalu jika pemain abroad tersisih ke tim pelapis, saya mendambakan mereka mengambil alih posisi reguler lagi. Dengan begitu, semua pemain akan memacu dirinya untuk berada di level yang lebih tinggi dan tinggi lagi. Betapa kuatnya Timnas Indonesia jika persaingan semacam itu terjadi. (dra)
-
OLAHRAGA3 hari yang lalu
Ironi Borneo FC; Memainkan Laga Terbaiknya Musim ini, tapi Tak Mampu Cetak Gol ke Gawang Persita
-
OLAHRAGA2 hari yang lalu
Membandingkan Kiprah Leo Gaucho dan Pato di Musim Perdana Bersama Borneo FC
-
POLITIK4 hari yang lalu
Pengamat Politik Dorong Program Gratis Pol Rudy-Seno Diperjelas dengan Perhitungan yang Rinci
-
SAMARINDA5 hari yang lalu
Disporapar Lirik Potensi Desa Wisata di Kota Samarinda
-
KUTIM4 hari yang lalu
Pemekaran Kabupaten Kutai Utara dan Sangsaka Masih Sulit Diwujudkan
-
SAMARINDA5 hari yang lalu
Sebelum Tutup Festival Erau di Kutai Lama, Naga Bekenyawa Mampir di Samarinda Seberang
-
SAMARINDA3 hari yang lalu
Penutup Jalan di Kapsulan Juanda Samarinda Bakal Dibuka Besok, 2 SPBU Dilarang Jual Pertalite untuk Roda 4
-
SEPUTAR KALTIM4 hari yang lalu
Kaltim Komitmen untuk Dorong Percepatan Penerapan Ekonomi Hijau