Connect with us

LIPUTAN KHUSUS

(LIPSUS) Mengintip Dompet Guru; Profesi yang Menentukan Masa Depan Bangsa

Diterbitkan

pada

guru
Ribuan guru di Samarinda menggelar unjuk rasa di Balai Kota terkait tunjangan. (DOK)

“Saya yang belum menikah saja, tidak cukup. Apalagi yang (sudah) menikah ?” Agus Muhammad Iqro, guru ASN di Samarinda. Berkata demikian. Sebegitu belum sejahteranyakah tenaga pendidik di Kota Pusat Peradaban?

Ada peraturan dasar dalam dunia rescue. Sebelum menolong orang lain, kita harus dalam kondisi aman terlebih dahulu. Jika menarik korelasi dari prinsip itu. Apakah guru harus dalam kondisi sejahtera, minimal kenyang dulu. Sebelum mencerdaskan anak bangsa?

Bagi sebagian pengajar bertipe Oemar Bakrie, uang bukanlah segalanya.  Melihat senyum siswanya. Melihat antusias anak asuhnya dalam menuntut ilmu. Sudah membuat mereka ‘kenyang’ dan puas. Namun apakah semua guru harus seperti Oemar Bakrie? Apakah profesi ini hanya dianggap mulia jika mereka bisa bekerja dengan baik walau lapar? Apakah tenaga pengajar tidak boleh mencicipi rasanya ‘hidup cukup’ layaknya profesi lainnya?

Perbincangan Kaltim Faktual dengan beberapa sosok ini. Harusnya bisa menjadi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tadi.

Agus Muhammad Iqro mengajar di salah satu SMP negeri di Samarinda. Statusnya PNS. Belum berkeluarga. Tinggal di indekos karena belum memiliki rumah. Makan, cuci baju, dan tidur sendiri.

Dia menceritakan seberapa pentingnya Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP). Untuknya, dan rekan seprofesinya. Menerima gaji bulanan di bawah Upah Minimum Kota (UMK). Iqro bilang, boro-boro nabung. Mengongkosi kehidupan sehari-hari saja, kadang cukup, kadang kurang.

“Gaji saya Rp2,6 juta, secara UMK saja nggak. Padahal saya PNS. Kalau dibanding dengan guru provinsi, mereka hitungannya yang setara dengan golongan saya ditambah TPP ya jauh beda. Bisa Rp3 jutaan lebih.”

“Tamsil (tambahan penghasilan) yang Rp250 ribu cairnya 3 bulan sekali. Yang insentif Rp700 ribu, itu belum dipotong infaq dan pajak,” ungkapnya.

Baca juga:   Tepian Mahakam Resmi Ditutup, Andi Harun: dengan Berat Hati, Situasinya Tak Terkendali

Situasinya semakin sulit ketika harga BBM naik. Diikuti kenaikan harga kebutuhan pokok lainnya. Hingga yang paling menyesakkan baginya, adalah kehadiran Surat Edaran Sekretariat Daerah Kota Samarinda Nomor 420/9128/100.01 tentang Penyelerasan Insentif Guru dan Tenaga Kependidikan.

Di antara poin yang mengagetkan Iqro. Ialah guru ASN yang mendapatkan Tunjangan Profesi guru (TPG). Tidak boleh lagi menerima insentif atau apapun namanya karena sifatnya sama, yaitu tambahan penghasilan di luar gaji.

“Padahal kalau ada TPP, itu sangat membantu saya dalam mencukupi kehidupan sehari-hari,” lirihnya.

*

Dyah Ayu Wijaya, yang juga sebagai guru ASN. Seperti kebanyakan wanita. Memiliki perhitungan finansial yang lebih terencana. Dan yang bisa Dyah katakana untuk kondisinya saat ini adalah. Gaji yang dia dapatkan tidak bisa dibuat untuk investasi jangka panjang. Bisa menabung bulanan saja sudah syukur.

Walau dia mengaku sudah mengelola gajinya dengan sangat ketat. Tetap saja, uang sejumlah itu hanya habis untuk mengisi perut saja.

“Kan gini ya, Mbak. Gaji guru ini konsepnya hitungan per jam. Kalau sekolahnya besar dan jumlah jam ajar guru itu 36 jam, maka bisa dapat Rp2,1 juta sampai Rp2,6 juta. Tapi kalau sekolahnya kecil, ya enggak semua guru mendapatkan jam sama.”

“Insentif yang Rp700 ribu itu juga kan tidak ada perubahan sejak 10 tahun. Padahal harga kebutuhan atau kebutuhan yang sekarang enggak bisa dibandingkan dengan (10) tahun sebelumnya,” papar Dyah.

Harapan Iqro dan Dyah serupa. Para petinggi bisa memutuskan kebijakan yang bijak. Baik untuk keuangan daerah, baik pula untuk nasib para tenaga pendidik.

Baca juga:   Mayoritas Pendukung Borneo FC Minta Rabbani Diberi Menit Bermain

Bagaimanapun, masa depan bangsa, di antaranya tergantung pada guru. Makin berkualitas pendidikan, makin tinggi pula kualitas sumber daya manusianya. Fakta bahwa tugas mengajar sekaligus mendidik bukan hal yang mudah. Mestinya dipandang sebagai pertimbangan. Bahwa jangan sampai ada guru yang sakit kepala karena belum sarapan saat mengajar.

Guru Berhak Menuntut Kesejahteraannya

Guru Besar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Mulawarman (Unmul) Prof Susilo memiliki pandangan terhadap isu yang sedang beredar. Menurutnya, wajar jika para guru menuntut haknya. Mengingat sosok guru sangat penting bagi pembangunan negara.

“Guru ini kan bagian dari komponen bangsa yang berkontribusi dalam pembangunan masa depan anak. Apapun statusnya guru, dia berhak mendapatkan kesejahteraan yang sesuai aturan.”

“Guru juga memiliki tugas yang berat. Guru mempelajari sesuatu (dalam kurun waktu) yang lama, mengajarkan ilmu ke anak yang sekarang dan mempersiapkan anak untuk yang akan datang,” kata Susilo.

Guru, ujar Susilo, memiliki tantangan yang semakin berat. Perkembangan zaman membuat kompleksitas kehidupan meningkat. Pertama, para pengajar kudu menyelaraskan dirinya dalam era serba cepat dan praktis seperti sekarang.

Tantangan berikutnya, adalah menyiapkan generasi masa depan yang lebih tangguh. Generasi yang tidak bisa dikalahkan oleh kemajuan zaman sekalipun.

Terkait polemik tunjangan guru di Samarinda. Menurutnya, lebih karena kebanyakan regulasi. Aturan Kemendikbudristek RI, Kemendagri, sampai BKN. Yang kadang saling berbenturan. Sehingga menyandera kesejahteraan tenaga pengajar.

Yang penting di masa-masa ini. Adalah pemerintah daerah mampu mencari celah untuk membuat win win solution. Secara komprehensif dan kebijakan yang berkelanjutan.

“Jadi pemerintah dan guru harus ada harmonisasi bersama, diskusi bersama yang mengedepankan rasionalitas dibandingkan emosionalitas. Kedua pihak harus mengetahui aturan-aturan yang menjadi dasar agar mendapatkan celahnya,” tegasnya.

Baca juga:   Milomir si Raja Kandang dan Fakta Lain Tentangnya

Ia berharap agar Pemkot Samarinda bersama seluruh guru bisa mencapai mufakat. Hasil akhir yang diharapkan tentunya, pemkot bisa memenuhi tuntutan para guru sesuai dengan kemampuan keuangan mereka.

Tetap Utamakan Kinerja

Ada satu hal yang dikhawatirkan Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Rusman Ya’qub. Terhadap perjuangan para guru di Samarinda. Yakni, hasil akhir polemik berpengaruh pada kualitas kinerja tenaga pengajar di masa mendatang.

Begini, tidak semua perjuangan berakhir dengan kemenangan. Ada kalanya sebuah perjuangan tidak berakhir sesuai rencana. Rusman belum tahu bagaimana akhir dari polemik tunjangan ini. Dan bukan dia ingin menggembosi semangat para tenaga pendidik itu.

Namun akan lebih baik memiliki sikap siap menang dan siap kalah sebelum masuk ke arena juang.

Ia menganggap, guru adalah sosok yang penting bagi masa depan negara maupun daerah. Seharusnya pemerintah bisa mensejahterakan sosok penting ini.

“Kalau tanya insentif, saya katakan janganlah. Jangankan dihapus, dipotong saja jangan. Kalau bisa ditambah, karena menjadi penentu masa depan sumber daya manusia kita seperti apa,” terangnya.

Jika tuntutan mereka tidak terkabul. Rusman berharap para guru tetap ikhlas berpegang teguh menjalankan amanahnya sebagai pembimbing generasi bangsa.

Sebaliknya, jika tuntutan mereka terpenuhi. Rusman juga berharap para guru bisa lebih meningkatkan performa.

“Jadi jangan menuntut saja, tetapi kinerjanya harus bagus. Saya kira itu paling penting. Tujuan kita satu, bagaimana SDM Kaltim di depan lebih baik,” pungkasnya. (*)

Penulis: D. H Styaningsih

Penyunting: Ahmad A. Arifin

Ikuti Berita lainnya di Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah Logo-Google-News-removebg-preview.png

Bagikan

advertising

POPULER

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.