Connect with us

SAMARINDA

Perizinan BBM Eceran di Samarinda Diperketat, Warga Setuju asal Pertalite Ada Terus

Diterbitkan

pada

Penertiban pertamini masih jadi dilema di Samarinda. (Nisa/Kaltim Faktual)

Warga Samarinda pada umumnya sepakat dengan aturan baru bahwa perdagangan BBM eceran harus berizin. Bagi warga, selama pertalite selalu tersedia, ya aman-aman saja.

Pemerintah Kota Samarinda akhirnya memiliki payung hukum untuk mengatur, mengendalikan, dan menertibkan perdagangan Bahan Bakar Minyak (BBM) eceran yang selama ini ilegal dan tak punya standar safety.

Regulasi baru ini berbentuk SK Wali Kota Samarinda tentang Larangan Penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) Eceran, Pertamini dan Usaha Sejenisnya Tanpa Izin di Wilayah Kota Samarinda. Diterbitkan pada 30 April lalu.

Dalam SK itu, Andi Harun tidak melarang mutlak keberadaan BBM eceran dan sejenisnya. Namun mendorong pelaku usaha untuk mengurus perizinan yang ketat dan di tempat yang seharusnya.

Asal memiliki izin dan berdiri di tempat yang dibolehkan, tidak akan ditindak. Sehingga keamanan lebih terjamin.

Baca juga:   Pernyataan Elegan Pelatih Borneo FC soal Penggunaan VAR di Liga 1

Terlepas anggapan bahwa maraknya bensin eceran yang membuat SPBU di Samarinda selalu sesak.  Warga tetap merasa terbantu dengan keberadaan BBM eceran itu.

DPRD sendiri mendukung kebijkan wali kota tersebut. Sehingga mereka yang beroperasi, memang sudah melalui prosedur yang legal dan dapat dipertanggungjawabkan. Aman untuk penjual, juga pembeli.

Respons Warga Samarinda

Seorang pekerja swasta di Samarinda Fajar (25) mengaku setuju dengan SK tersebut. Karena jika BBM eceran memiliki izin, warga masih bisa membeli BBM tanpa antre, dan dengan keamanan yang lebih baik.

“Karena kalau kepepet, pekerja malam seperti GoJek, atau pas kehabisan bensin tengah malam, kan bisa mengandalkan Pertamini. Secara enggak langsung sudah jadi kebutuhan dan budaya,” katanya Selasa 7 April 2024.

Baca juga:   KPU Resmi Tetapkan 55 Anggota DPRD Kaltim 2024-2029, Berikut Daftarnya

“Aturannya bagus, make sense, dan enggak semua orang akhirnya bisa jualan. Enggak nimbun juga jadinya,” tambahnya.

Untuk mengatasi penurunan jumlah BBM Eceran, Fajar menilai SPBU tidak harus buka 24 jam. Sebab poin utamanya bukan pada jam operasional, namun stok pertalite yang sering kosong.

“Percuma kan SPBU buka 24 jam tapi pertalite sering kosong, antreannya juga enggak wajar,” imbuhnya.

Selain itu, Fajar mengira-ngira, barangkali perlu juga adanya mekanisme kerja sama dengan Pertamina. Agar BBM subsidi di Pertamini harganya sama dengan SPBU dan definisi subsidi menjadi tidak sia-sia.

Ada Juga yang Tak Sepakat

Respons lain dari freelancer asal Samarinda Nasya (22) mengaku kurang sepakat dengan SK Wali Kota. Menurutnya aturan itu masih rancu. Antara membolehkan atau melarang.

Baca juga:   Akan Terapkan Transportasi Umum BRT Tahun Depan, Dishub Samarinda Belajar ke Aceh

“Di situ kan, boleh asal dengan izin. Tapi izinnya juga susah. Jadi masih bingung boleh apa enggak,” katanya.

“Lalu kalau Pertamini dilarang, SPBU yang ada aja enggak cukup, pertalite sering kosong. Penindakan untuk SPBU juga belum ada. Padahal akarnya kan dari situ. Kalau SPBU lancar, Pertamini udah enggak diperlukan lagi,” tambahnya.

Meski masih menerka arah kebijakan Wali Kota Samarinda. Nasya masih menanti solusi lain dari pemkot. Karena baginya BBM merupakan kebutuhan pokok saat ini. Berharap ada langkah lain yang lebih konkret. (ens/dra)

Ikuti Berita lainnya di Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah Logo-Google-News-removebg-preview.png

Bagikan

advertising

POPULER

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Hello. Add your message here.